Terima Kasih Indonesia, Milenial Jadi Aktif Politik - Berita - Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung Timur

Butuh Bantuan? Chat melalui WhatsApp pada tombol di pojok kanan bawah

Saat ini Publikasi Kabupaten Belitung Timur Dalam Angka 2024 Telah Tersedia dan bisa diakses pada menu publikasi.

Terima Kasih Indonesia, Milenial Jadi Aktif Politik

Terima Kasih Indonesia, Milenial Jadi Aktif Politik

20 Juli 2019 | Kegiatan Statistik Lainnya


Melihat suasana damai dan santai Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo di MRT beberapa hari belakangan ini menjadi bentuk tampilan demokrasi yang apik. Hal yang paling ditakutkan masyarakat dan lantai bursa tidak terjadi pasca hasil putusan ini. Memang benar kerusuhan, kekerasan dan bentuk acuh tak acuh dari masyarakat berupa tingginya tingkat golongong putih (golput) membuat perekonomian semakin carut marut. Tidak ada suatu lembaga ataupun sistem demokrasi yang dapat terhindar dari fenomena golput khususnya. Baik negara kaya maupun negara miskin bisa jadi menderita karena fenomena ini. Fenomena golput yang tinggi merupakan gambaran ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa.

Sebut saja negara adidaya seperti halnya Amerika Serikat. Menurut data di Wikipedia, sejak tahun 2000 jumlah peserta pemilih berada kurang lebih 55 persen saja. Artinya angka golput di sana bisa mencapai 45 persen di setiap pemilihannya. Sejatinya ada tigaalasanutama yang membuat rakyat golput di negara yang dijuluki Paman Sam tersebut. Pertama, hari pemilihan bukan jadi hari libur nasional. Warga Amerika Serikat harus rela terlambat ke kantor atau mengambil jatah cuti untuk “sekedar” memilih presiden dan anggota parlemennya. Dikarenakan jatah cuti yang sangat ketat di Amerika Serikat, warga seolah lebih sayang terhadap jatah cutinya dibandingkan harus memberikan hak suaranya.

Kedua, warga Amerika Serikat terasa ogah-ogahan berpartisipasi dalam pemungutan suara karena sistemnya tidak benar-benar langsung. Warga dengan umur yang memenuhi syarat untuk memilih, tidak otomatis masuk daftar peserta pemilih.Hal ini dikarenakan Amerka Serikat memiliki sistem electoral collegeberanggotakan 538 orang yang tersebar ke 50 negara bagian. Distribusi keaggotaan electoral college ini berdasarkan jumlah penduduk masing-masing negara bagian. Semakin besar jumlah penduduknya, semakin besar pula keterwakilan anggota ellectoral college nya. Sebagai contoh jika di wilayah Texas diwakili oleh 45 orang anggota ellctoral college, walaupun jutaan rakyat memenangkan Hillary Clinton di Texas, maka secara nasional Hillary hanya mendapat 45 suara saja dari Texas, bukannya jutaan.

Ketiga, warga Amerika Serikat tidak peduli pada pemerintahannya karena mereka memiliki pemerintahan minimalis. Pemerintahan Amerika Serikat sangat mendukung para kapitalis, sehingga banyak institusi yang seharusnya dinaungi oleh negara tetapi malah diserahkan kepada pihak swasta. Alhasil gap kemiskinan semakin tinggi dikarenakan banyak pengusaha yang sangat besar kekayaannya. Para konglomerat inilah yang menyetir roda perekonomian negara, sehingga baik-buruknya pemerintahan tidak terlalu berpengaruh pada perekonomian.

Setiap negara menginginkan seluruh rakyatnya ikut aktif dalam pemilihan langsung, begitu pula dengan negeri ini. Dari tiga alasan utama abstainnya banyak suara di Amerika Serikat seharusnya tidak mungkin terjadi di Indonesia. KPU punya cara jitu untuk menurunkan angka golput di gelaran akbar april kemarin. Terbukti berdasarkan penelitian dari Lingkaran Survei Indonesia(LSI) mengatakan bahwa pemilu kali ini sukses jika dilihat dari angka golput yang menurun.Dari 28,3  persen di 2009 dan 30 persen di 2014, persentase penurunan angka golput menurun di pilpres 2019 ini mencapai kisaran 19,24 persen saja.

Salah satu jurus jitu yang digunakan KPU adalah membuat hari pemilihan menjadi hari libur nasional .Indonesia sendiri memulai pemilihan langsung sejak 2004 silam dimana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presidennya. Sejarah mencatat dalam pemilihan presiden pertama dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Hingga akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono muncul sebagai pemenang setelah bersaing sengit dengan Megawatipada pemilihan presiden di putaran final. Pemilihan secara langsung terus berlanjut hingga dua kali gelaran berikutnya yakni di tahun 2009 dengan memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, serta di tahun 2014 dengan memunculkan nama pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai pemenangnya.

Berkaca dari dua gelaran pemilihan presiden terakhir, fenomena golput menjadi momok yang menakutkan dalam sistem demokrasi negeri ini. Komisi Pemiliha Umum (KPU) yang bertindak sebagai juri pada setiap gelaran pemilihan selalu berupaya dan berinovasi untuk mengajak seluruh peserta pemilihan untuk turut aktif memberikan hak suaranya. Hal ini bertujuan untuk menekan angka golput yang cukup tinggi di dua gelaran pemilihan terakhir. Fenomena golput sangat disayangkan. Menariknya lagi , mereka yang diduga apatis adalah kaum muda yang telah memiliki hak untuk memilih atau yang sekarang disebut dengan generasi milenial.

Generasi milenial identik dengan sikap kebimbangan dan mudah terbawa arus perubahan. Dalam ilmu psikologi sendiri, generasi milenial merupakan momen dimana dalam usia tersebut mereka masih mencari jati diri, mulai terlepas dari naungan orang tua dan perlahan memasuki dunia kerja yang makin hari makin ketat persaingannya. Sikap emosional dan idealisme cenderung mendominasi di momen ini. Saat telah memantapkan hati untuk berkata sesuatu, sulit baginya untuk merubah pendirian tersebut.

Proporsi penduduk milenial terhadap total penduduk di Indonesia cukup signifikan persentasenya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Publikasi Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, persentase milenial dengan usia 20-29 tahun saja sudah mencapai 16,09 persen. Dengan persentase sebesar itu dapat mengubah hasil akhir pilpres 2019 kemarin dimana selisih perolehan suara antara 2 kubu yang bersaing tidak sampai 15 persen. Perlu kita acungi jempol kepada penyelenggara yakni KPU dan mobilisasi para pendukung yang semakin gencar di akhir masa kampanye untuk bersuatu menyuarakan pentingnya suara rakyat. Satu suara dapat menentukan perbedaan. Kini gelaran itu telah usai dengan menyisakan sedikit PR yang harus dikerjakan. Mari kembali bekerja hangatkan suasana kantor, buat dinamika seperti sedia kala dimana tidak ada nomor satu dan nomor dua, yang ada hanyalah Indonesia.

 

Ditulis Oleh:

Royhan Faradis S.ST

Fungsional Statistisi BPS Kab. Belitung Timur

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung Timur (Statistics of Belitung Timur Regency)Jl. Raya Manggarawan Desa Padang Manggar

Kepulauan Bangka Belitung Indonesia

Telp (0719) 9220090

9220091

Mailbox : bps1906@bps.go.id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik