20 Juli 2019 | Kegiatan Statistik Lainnya
Melihat
suasana damai dan santai Bapak Jokowi dan Bapak Prabowo di MRT beberapa hari
belakangan ini menjadi bentuk tampilan demokrasi yang apik. Hal yang paling
ditakutkan masyarakat dan lantai bursa tidak terjadi pasca hasil putusan ini.
Memang benar kerusuhan, kekerasan dan bentuk acuh tak acuh dari masyarakat
berupa tingginya tingkat golongong putih (golput) membuat perekonomian semakin carut
marut. Tidak ada suatu lembaga ataupun sistem demokrasi yang dapat terhindar
dari fenomena golput khususnya. Baik negara kaya maupun negara miskin bisa jadi
menderita karena fenomena ini. Fenomena golput yang tinggi merupakan gambaran ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah yang
berkuasa.
Sebut saja
negara adidaya seperti halnya Amerika Serikat. Menurut data di Wikipedia, sejak
tahun 2000 jumlah peserta pemilih berada kurang lebih 55 persen saja. Artinya
angka golput di sana bisa mencapai 45 persen di setiap pemilihannya. Sejatinya
ada tigaalasanutama yang membuat rakyat golput di negara yang dijuluki Paman
Sam tersebut. Pertama, hari pemilihan bukan jadi hari libur nasional. Warga
Amerika Serikat harus rela terlambat ke kantor atau mengambil jatah cuti untuk
“sekedar” memilih presiden dan anggota parlemennya. Dikarenakan jatah cuti yang
sangat ketat di Amerika Serikat, warga seolah lebih sayang terhadap jatah
cutinya dibandingkan harus memberikan hak suaranya.
Kedua, warga
Amerika Serikat terasa ogah-ogahan berpartisipasi dalam pemungutan suara karena
sistemnya tidak benar-benar langsung. Warga dengan umur yang memenuhi syarat
untuk memilih, tidak otomatis masuk daftar peserta pemilih.Hal ini dikarenakan
Amerka Serikat memiliki sistem electoral
collegeberanggotakan 538 orang yang tersebar ke 50 negara bagian.
Distribusi keaggotaan electoral college
ini berdasarkan jumlah penduduk masing-masing negara bagian. Semakin besar
jumlah penduduknya, semakin besar pula keterwakilan anggota ellectoral college nya. Sebagai contoh
jika di wilayah Texas diwakili oleh 45 orang anggota ellctoral college, walaupun jutaan rakyat memenangkan Hillary
Clinton di Texas, maka secara nasional Hillary hanya mendapat 45 suara saja
dari Texas, bukannya jutaan.
Ketiga, warga
Amerika Serikat tidak peduli pada pemerintahannya karena mereka memiliki
pemerintahan minimalis. Pemerintahan Amerika Serikat sangat mendukung para
kapitalis, sehingga banyak institusi yang seharusnya dinaungi oleh negara
tetapi malah diserahkan kepada pihak swasta. Alhasil gap kemiskinan semakin tinggi dikarenakan banyak pengusaha yang
sangat besar kekayaannya. Para konglomerat inilah yang menyetir roda
perekonomian negara, sehingga baik-buruknya pemerintahan tidak terlalu
berpengaruh pada perekonomian.
Setiap negara
menginginkan seluruh rakyatnya ikut aktif dalam pemilihan langsung, begitu pula
dengan negeri ini. Dari tiga alasan utama abstainnya banyak suara di Amerika
Serikat seharusnya tidak mungkin terjadi di Indonesia. KPU punya cara jitu
untuk menurunkan angka golput di gelaran akbar april kemarin. Terbukti
berdasarkan penelitian dari Lingkaran Survei Indonesia(LSI) mengatakan bahwa
pemilu kali ini sukses jika dilihat dari angka golput yang menurun.Dari
28,3 persen di 2009 dan 30 persen di
2014, persentase penurunan angka golput menurun di pilpres 2019 ini mencapai
kisaran 19,24 persen saja.
Salah satu
jurus jitu yang digunakan KPU adalah membuat hari pemilihan menjadi hari libur
nasional .Indonesia sendiri memulai pemilihan langsung sejak 2004 silam dimana
para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presidennya. Sejarah
mencatat dalam pemilihan presiden pertama dilangsungkan dalam dua putaran,
karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50
persen. Hingga akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono muncul sebagai pemenang
setelah bersaing sengit dengan Megawatipada pemilihan presiden di putaran final.
Pemilihan secara langsung terus berlanjut hingga dua kali gelaran berikutnya
yakni di tahun 2009 dengan memenangkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Boediono, serta di tahun 2014 dengan memunculkan nama pasangan Joko Widodo dan
Jusuf Kalla sebagai pemenangnya.
Berkaca dari
dua gelaran pemilihan presiden terakhir, fenomena golput menjadi momok yang
menakutkan dalam sistem demokrasi negeri ini. Komisi Pemiliha Umum (KPU) yang
bertindak sebagai juri pada setiap gelaran pemilihan selalu berupaya dan
berinovasi untuk mengajak seluruh peserta pemilihan untuk turut aktif
memberikan hak suaranya. Hal ini bertujuan untuk menekan angka golput yang
cukup tinggi di dua gelaran pemilihan terakhir. Fenomena golput sangat
disayangkan. Menariknya lagi , mereka yang diduga apatis adalah kaum muda yang
telah memiliki hak untuk memilih atau yang sekarang disebut dengan generasi
milenial.
Generasi
milenial identik dengan sikap kebimbangan dan mudah terbawa arus perubahan.
Dalam ilmu psikologi sendiri, generasi milenial merupakan momen dimana dalam
usia tersebut mereka masih mencari jati diri, mulai terlepas dari naungan orang
tua dan perlahan memasuki dunia kerja yang makin hari makin ketat
persaingannya. Sikap emosional dan idealisme cenderung mendominasi di momen
ini. Saat telah memantapkan hati untuk berkata sesuatu, sulit baginya untuk
merubah pendirian tersebut.
Proporsi
penduduk milenial terhadap total penduduk di Indonesia cukup signifikan
persentasenya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dalam Publikasi Proyeksi
Penduduk Indonesia 2010-2035, persentase milenial dengan usia 20-29 tahun saja
sudah mencapai 16,09 persen. Dengan persentase sebesar itu dapat mengubah hasil
akhir pilpres 2019 kemarin dimana selisih perolehan suara antara 2 kubu yang
bersaing tidak sampai 15 persen. Perlu kita acungi jempol kepada penyelenggara
yakni KPU dan mobilisasi para pendukung yang semakin gencar di akhir masa
kampanye untuk bersuatu menyuarakan pentingnya suara rakyat. Satu suara dapat
menentukan perbedaan. Kini gelaran itu telah usai dengan menyisakan sedikit PR
yang harus dikerjakan. Mari kembali bekerja hangatkan suasana kantor, buat
dinamika seperti sedia kala dimana tidak ada nomor satu dan nomor dua, yang ada
hanyalah Indonesia.
Ditulis Oleh:
Royhan Faradis S.ST
Fungsional Statistisi BPS Kab.
Belitung Timur
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung Timur (Statistics of Belitung Timur Regency)Jl. Raya Manggarawan Desa Padang Manggar
Kepulauan Bangka Belitung Indonesia
Telp (0719) 9220090
9220091
Mailbox : bps1906@bps.go.id
Tentang Kami