Bank merupakansuatu badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat berbentuk simpanan yang kemudian disalurkan kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya guna meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Tentu saja eksistensi bank tidak sesederhana penjelasan di
atas. Jika ditarik jauh ke belakang, asal muasal bank mulanya dikarenakan tidak
praktisnya transaksi barter yang dilakukan pada zaman dahulu. Orang bertransaksi
dengan menukar barang yang dimiliki dengan barang yang diinginkan. Hal ini
dianggap tidak praktis karena belum tentu pemilik barang yang kita inginkan,
menginginkan barang yang kita miliki. Kemudian muncullah bankir pedagang emas,
dimana orang dapat membeli barang yang diinginkan dengan menukarkan kepingan
emas yang dianggap sebagai logam mulia. Dimulailah babak baru perdagangan
dengan menggunakan emas sebagai media tukarnya. Dengan menggunakan emas
masyarakat dapat mengukur nilai barang
yang dimiliki dengan sebuah nilai yang nyata wujudnya. Tentu saja mudah ditebak
apa kelemahan penggunaan emas sebagai alat tukar. Tingkat kriminalitas tinggi,
pencurian dimana-mana dan rasa khawatir akan memiliki emas sebagai alat tukar
semakin menjadi-jadi.
Kemudian para bankir pedagang emas menawarkan sebuah solusi
dengan menyediakan tempat penyimpanan yang aman serta ketat dengan penjagaan
dengan mengharapkan sedikit imbalan dari kepemilikan emas yang dipegang oleh
masyarakat. Di sinilah awal mula Bank mengurus nilai tukar yang diakui oleh
masyarakat. Selanjutnya bankir memberikan sebuah kertas yang beruliskan IOU
atau yang merupakan singkatan dari I owe You (saya berhutang padamu) dengan
tertera nilai di atasnya. Penggunaan kertas inilah yang mirip halnya dengan yang
dimiliki masyarakat saat ini yakni surat hutang dengan nilai wujud yang nyata.
Uniknya kehadiran bank central di suatu negara bersifat independen. Sifat ini
lah yang membuat pemerintah tidak dapat ikut campur 100 persen dalam
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh bank central. Hadirnya bank central
seperti ini yang membuat masyarakat yakin bahwa kertas yang diterbitkan oleh
bankir akan berharga seperti halnya nilai emas dan dapat ditukarkan dengan
barang yang kita inginkan.
Di Indonesia sendiri, perkembangan bank dimulai dari masa
pendudukan Belanda, dengan berdirinya tiga bank yang merupakan bank yang
bekerja sama dengan pemerintah, yakni De Javasche Bank N.V., berdiri pada
tanggal 10 Oktober 1827, selanjutnya dinasionalisasikan oleh pemerintah RI pada
tanggal 6 Desember 1951 dan akhirnya menjadi bank sentral di Indonesia berdasarkan
UU No.13 Tahun 1968. Bank kedua yaitu Bank Tabungan Negara (BTN). Berdasarkan
UU No.20 Tahun 1968 BTN resmi menjadi nama baru dari sebuah bank yang bernama De
Postpaarbank, berdiri pada tahun 1898. Sedangkan bank ketiga yaitu De Algemene
Volkscreditietbank, berdiri pada tahun 1934 di Jakarta (dahulu Batavia),
tatkala Jepang menjajah Indonesia, bank ini diambil oleh lembaga kredit Jepang
yang kemudian diubah nama menjadi Syomin Ginko . Setelah kemerdekaan nama
Syomin Ginko berubah menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI).
5 Juli merupakan tanggal yang bersejarah bagi perkembangan
bank di Indonesia sebab pada tanggal 5 Juli 1946, berdiri Bank Negara Indonesia
yang merupakan bank pertama milik negara yang lahir setelah kemerdekaan
Indonesia. BNI kemudian ditetapkan sebagai bank pembangunan dan diberikan hak
untuk bertindak sebagai bank devisa pada tahun 1950 dengan akses langsung untuk
transaksi luar negeri. Pada akhirnya, tanggal 5 Juli sebagai tanggal pendirian
Bank Negara Indonesia diperingati sebagai Hari Bank Nasional.
Apa Jadinya Hidup
Tanpa Bank ?
Manusia memiliki banyak sekali kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan dasar
seperti berbelanja kebutuhan pangan, pakaian , rumah hingga kebutuhan lainnya
seperti menonton bioskop atau berlibur. Untuk bisa memenuhi kebutuhan tersebut
kita memerlukan uang. Uang disini merupakan alat tukar yang terjamin dan
stabil. Terjamin artinya diakui oleh seluruh kalangan dan stabil nilainya.
Bayangkan saja apabila nilai uang tidak stabil dan bergejolak.Sebagai contoh
untuk berbelanja kebutuhan bulan ini kita memerlukan uang sejumlah Rp.
500.000,- .Tiba-tiba bulan depan saat kita akan berbelanja lagi dengan jumlah
kebutuhan yang sama harganya sudah naik dua kali lipat. Dengan uang yang ada di
gengaman saat ini, kita hanya bisa memperoleh setengah dari barang yang kita
butuhkan. Artinya nilai uang kita sudah berkurang separuhnya. Nilai uang yang
berubah-ubah dalam waktu singkat ini akan membuat kehidupan masyarakat semakin
sulit. Kenaikan harga yang terus menerus seperti inilah yang disebut dengan
inflasi.
Inflasi bukanlah hal yang harus kita hindari, namun inflasi
juga perlu agar perekonomian tetap tumbuh dalam koridor yang terjaga. Namun
inflasi yang sangat berlebihan justru akan memicu keresahan bagi semua kalangan
entah itu bagi orang kaya yang bingung untuk berinvestasi, atau bagi orang
miskin yang bingung untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Di sinilah peran Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang dengan kebijakan moneter
yang dimilikinya. Kebijakan moneter ini hanya dimiliki oleh Bank Central yakni
Bank Indonesia. Pemerintah tidak punya kuasa mengenai kebijakan ini. Dengan
kata lain Bank Indonesia menjaga agar tingkat inflasi berada pada tingkat yang
telah ditetapkan bersama dengan pemerintah. BI memiliki beberapa instrumen yang
digunakan untuk menekan angka inflasi agar tidak bergejolak.
Instrumen yang palingsering kita dengar tentu saja suku
bunga kebijakan BI atau BI-rate. BI Rate ditentukan melalui Rapat Dewan Gubernur
Bank Indonesia. Penentuan tingkat BI rate ini akan memengaruhi tingkat inflasi
di masyarakat. Apabila Rapat Dewan Gubernur BI melihat indikasi resiko
perekonomian yang memanas, seperti jumlah uang beredar terlalu banyak, defisit
transaksi berjalan membesar, hutang luar negeri naik yang menyebabkan tekanan
inflasi akan lebih tinggi dari kisaran targetnya. Untuk itu BI akan menaikkan
BI-rate untuk menjaga ekspektasi masyarakat sehingga masyarakat akan cenderung
untuk menyimpan uangnya di Bank dengan harapan memperoleh bunga yang besar.
Bukan hanya menjaga harga di kota, BI juga menjaga
kestabilan harga di pedesaan. Caranya dengan bekerja sama dengan pemerintah
dalam sebuah forum yang dinamakan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Berbagai upaya ini digunakan BI untuk menjaga kestabilan harga di seluruh
wilayah di Indonesia demi kesejahteraan bersama. Untuk menjaga sifat netralitas
dan independensi, Badan Pusat Statistik hadir sebagai lembaga pemerintah yang
tersebar di seluruh Indonesia secara independen tanpa intervensi BI maupun
penguasa dalam menghitung nilai Inflasi. Tak terkecuali BPS Kepulauan Bangka
Belitung.
Angka release inflasi terakhir yang dilakukan oleh BPS
menunjukkan adanya perbedaan arah inflasi antara dua kota yang ada di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Pada laman Berita Resmi Statistik yang diterbitkan pada
tanggal 1 Juli 2019 kemarin menunjukkan bahwa Kota Pangkalpinang mengalami
inflasi 0,99 persen yang diduga terjadi karena kenaikan harga bahan makanan
sebesar 3,89 persen, kelompok sandang sebesar 0,26 persen. Sementara itu di
Kota Tanjung Pandan justru mengalami deflasi 0,41 persen akibat turunnya
kelompok bahan makanan sebesar 1,03 persen dan kelompok, transpor, komunikasi,
dan jasa keuangan sebesar 1,43 persen. Tentu saja ini menjadi hal yang menarik
untuk dinanti langkah-langkah apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia menanggapi
perbedaan arah inflasi di kedua kota yang masih berada dalam satu provinsi ini.
Ditulis Oleh:
Royhan Faradis S.ST
Fungsional Statistisi
BPS Kab. Belitung Timur