Badan Pusat Statistik telah
merelease rata-rata konsumsi kalori per kapita per hari menurut provinsi untuk
tahun 2018. Dari data ini diperoleh bahwa masih ada 13 provinsi dengan
rata-rata konsumsi kalori di bawah 2100 kkal per hari. Padahal jika konsumsi di
bawah 2100 kkal , maka penduduk tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Artinya ada sekitar 38,24 persen provinsi yang rentan penduduknya dikategorikan
sebagai penduduk miskin dari sisi pemenuhan kalori.
Masih banyaknya provinsi yang
rentan penduduknya terkategorikan miskin dari sisi konsumsi membuat siapa saja
khawatir dalam pemenuhan kebutuhan kalori di Indonesia. 13 provinsi ini
tersebar di seluruh penjuru nusantara. Hanya provinsi-provinsi di Pulau Jawa
saja yang aman dalam pemenuhan kebetuhan kalorinya. Provinsi Maluku, Maluku
Utara dan Papua menjadi 3 provinsi dengan rata-rata konsumsi kalori terendah se
Indonesia di tahun 2018. Padahal pemenuhan kalori ini sangat dibutuhkan dalam
mencetak anak-anak generasi bangsa. Wajar rasanya jika banyak orang melihat
bahwa Pulau Jawa merupakan lingkungan yang paling kondusif dalam mendidik anak.
Stereotype seperti ini akan semakin mengukuhkan centralisasi Indonesia di pulau
saja. Bukan hanya pembangunan infrastruktur saja, kini konsentrasi pemenuhan
kalori dan gizi juga terpusat di Pulau Jawa.
Kalori dan gizi seimbang
dibutuhkan anak untuk tumbuh kembangnya. Salah dalam memberikan asupan yang
baik membuat anak mengalami gangguan perkembangannya. Dalam sebuah workshop
yang bertema Managing Nutrition for Children To Embrace The New Parentng
Trends, Dokter spesialis tumbuh kenang anak, Ahmad Suryaman berpendapat bahwa
Indonesia saat ini mempunyai dua masalah terkait gizi anak. Masalah ini
meliputi kurang gizi atau buruk (under nutrition) dan gizi lebih atau kegemukan (over nutrition).
Keduanya menjelma menjadi ancaman serius terhadap kualitas tumbuh kembang anak.
Dengan gizi yang baik tentu akan memberikan kemudahan bagi orang tua dalam
mendidik anak-anak mereka.
Selain asupan kalori dan gizi,
lingkungan juga memberikan pengaruh yang signifikan dalam tahapan mendidik
anak.Mendidik anak bukan hanya soal pemenuhan akan pendidikannya saja,
melainkan lebih kompleks lagi. Akses terhadap sarana penunjang kebahagian anak
hingga pemenuhan gizi mereka juga harus menjadi prioritas. Tidak heran jika
tujuan Hari Anak Nasional 23 Juli tahun ini adalah tentang memunculkan kepedulian semua pihak untuk
mewujudkan lingkungan yang berkualitas bagi anak. Jarang rasanya menyebut
anak-anak dalam kebijakan pembangunan lingkungan dan prasarana. Hadirnya
anak-anak sebagai bagian anggota masyarakat seolah terlupakan.
Masih Ada
Harapan
Di tengah isu
lingkungan dalam mendidik anak-anak yang masih minus di Indonesia, mereka
seolah masih memberikan asa pada negeri ini . Banyak anak-anak Indonesia yang
memperoleh medali dalam olimpiade dunia. Mata dunia seolah dipaksa menoleh ke
prestasi anak-anak bangsa. Sebut saja cerita sprinter Zohri dengan keadaan
ekonomi yang melarat masih bisa menyumbangkan emas ke bumi pertiwi. Di bidang
e-sport yang dewasa ini mulai dilirik, muncul nama Faidan Zeus yang mahir olah
jempol dalam pertandingan Pro Evolution Soccer di ajang internasional. Ini
menjadi tantangan lingkungan pendidikan kita, menjaga agar anak-anak kita tetap
berprestasi sampai dewasa kelak.
Dalam hal ini
peranan pendidikan mulai berpengaruh bagi anak-anak. Mulai dari pendidikan
tingkat taman kanak-kanak maupun tingkat dasar sebenarnya telah mendapat
perhatian lebihdewasa ini. Swasta, utamanya telah mendesain pendidikan tingkat
dini dan dasar menjadi pendidikan yang bermutu. Masyarakat pun diberi pilihan
beragam jenis pendidikan tingkat dini dan dasar bagi anak-anak. Perbaikan
pendidikan di tingkat dasar ini dimotivasi oleh minimnya pendidikan yang mempedulikan
masa anak-anak. Di masa kecil itulah, pendidikan menjadi sangat mudah masuk
ketimbang saat mereka telah beranjak dewasa.
Ada catatan
menarik kalau melihat pendidikan dasar anak-anak kita sekarang ini. Mereka
tetap dibekali materi pendidikan yang segudang. Sehingga mereka seolah dituntut
untuk menguasai beragam materi yang berjubel. Mereka dididik untuk mengenal
angka, huruf dan soal-soal rumit lainnya sejak dini. Padahal pendidikan masa
anak-anak harusnya lebih menekankan pada perilaku, mental sportifitas dan lisan
yang halus. Rasanya lebih senang melihat anak-anak yang mengerti bagaimana cara
antre dan sabar dalam menunggu giliran daripada anak yang pintar menghitung
namun lisannya tidak terjaga.
Mendidik
anak-anak kita dengan pendidikan terbaik adalah bagian dari cara untuk
menyelamatkan generasi mereka ke depan. Pendidikan tetap menjadi jalan terbaik
untuk memutus mata rantai kemiskinan. Dengan didikan yang baik dan perlindungan
yang tepat bisa menjadikan anak-anak nanti mengeluarkan potesi optimal yang
dimiliki. Pemenuhan akan kalori dan akses dalam pemerataan sarana prasarana
perlu dilakukan pembenahan dari waktu ke waktu. Ingin rasanya anak-anak yang
lahir di bagian nusantara manapun mendapatkan lingkungan yang kondusif dan
merata. Senyum yang sama dan kegembiraan yang sama harus dimiliki oleh seluruh
anak negeri ini tanpa terkecuali. Kita Anak Indonesia, Kita Gembira.
Ditulis Oleh:
Royhan Faradis S.ST
Fungsional Statistisi BPS Kab. Belitung Timur