13 Juli 2019 | Kegiatan Statistik Lainnya
Dahulu tentu kita
sering mendengar kehadiran koperasi di hampir setiap institusi. Koperasi
menjamin peredaran uang untuk dikelola di level yang lebih kecil. Berbeda
dengan bank dengan sistem yang kompleks, umumnya koperasi bersifat lebih
sederhana dan menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat secara langsung. Tak
khayal jika kegiatan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari selalu
bersinggungan dengan koperasi. Ingin membeli kebutuhan pokok pergi ke koperasi,
ingin pinjam uang pergi ke koperasi hingga ingin arisan perginya ke koperasi.
Koperasi adalah
suatu badan usaha yang dimiliki dan dioperasikan oleh para anggotanya untuk
memenuhi kepentingan bersama. Badan hukum ini dibentuk atas asas kekeluargaan
dimana tujuannya adalah untuk mensejahterakan para anggotanya. Dalam hal ini,
koperasi dibentuk dimana kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi
kerakyatan. Menurut UU No. 25 / 1992, pengertian Koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan
kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
Koperasi dengan
gotong royongnya merupakan cerminan sikan hidup bangsa ini. Dalam kegiatan
operasionalnya, seluruh koperasi di Indonesia menggunakan prinsip-prinsip
terbuka dan sukarela, proses pengelolaan koperasi secara demokratis, pembagian
sisa hasil usaha (SHU) harus mengedapankan rasa keadilan sesuai dengan kinerja
dari masing-masing anggota, pemberian balas jasa kepada anggota disesuaikan
dengan modal anggota tersebut. Nilai-nilai ini yang menjadi pondasi berdirinya
koperasi. Sifat demokratis dan keterbukaan dari koperasi merupakan iklim yang
sangat cocok berkembang di Indonesia yang berkultur masyarakat timur.
Tantangan Dari
Globalisasi Pasar
Dewasa ini arus
globalisasi pasar semakin menjadi-jadi. Mulai dari berdirinya fraanchise produk
asing yang bertebaran di padatnya kota hingga persaingan tenaga kerja merupakan
efek dari globalisasi pasar ini. Telah banyak yang membahas terkait dampak dari
terbukanya perdagangan dunia terhadap eksistensi koperasi atau badan usaha
kecil lainnya. Salah satu yang paling dikhawatirkan adalah tidak mampunya
koperasi untuk berlari mengikuti arus perdangan yang sekarang lebih ke arah
kapitalis ini. Yang modal besar, dia yang menang. Perusahaan dengan modal yang
kuat dan sumber daya manusia yang mumpuni seolah menggerus usaha-usaha baru
yang berlandaskan nilai-nilai koperasi. Berbeda dengan nilai koperasi yang seolah
mengusung prinsip untung dan sukses bersama, hadirnya perusahaan atau badan
usaha yang besar membuat prinsip itu runtuh dan anggota yang bergerak di dalam
koperasi menjadi tergerus satu demi satu.
Selain sisi
ekternal adanya ancaman dari sistem globalisasi pasar, tantangan yang harus
dihadapi oleh koperasi juga muncul dari sisi internal koperasi sendiri.
Berdasarkan data terbaru publikasi Badan Pusat Statistik tentang Koperasi
Simpan Pinjam 2017, menunjuknya rata-rata peminjam yang kreditnya macet atau bermasalah
bisa lebih dari 10 peminjam dalam satu koperasi saja. Fenomena ini terjadi
merata di hampir seluruh kepulauan besar di Indonesia. Bahkan untuk satu
koperasi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara saja, tercatat rata-rata ada 60
peminjam yang kreditnya macet. Hal ini tentu membuat arus modal dan perputaran
uang di dalam koperasi ini akan menjadi terhambat. Aliran modal tidak kembali
tepat pada waktunya dan dapat berimbas pada uang simpanan anggota yang sampai
minus. Kondisi seperti ini akan membuat kegaduhan sosial di dalam tubuh
koperasi. Ujung-ujungnya tentu bisa ditebak akan adanya pelaporan kriminalisasi
ke kantor polisi hingga kerusuhan antar anggota koperasi itu sendiri.
Tentu saja
eksistensi koperasi masih sangat diperlukan di Indonesia. Banyak masyarakat
yang sulit memperoleh akses modal ke bank, berlari ke koperasi simpan pinjam.
Kehadirannya seolah menjadi oasis di gersangnya ekonomi bagi usaha kecil dewasa
ini. Koperasi masih memeiliki harapan walaupun sekarang eksistensinya sedang
diujung tanduk. Fakta data tentang masih dibutuhkannya kehadiran koperasi di
tengah-tengah masyarakat mendukung hal ini. Berdasarkan data BPS, setidaknya
rata-rata jumlah anggota dalam satu koperasi di Indonesia hampir lebih dari
110-an. Bahkan di pulau Bali dan Nusa Tenggara, satu koperasi bisa
beranggotakan hingga 993 orang. Pola peminjamnya pun juga masih sama di hampir
seluruh Indonesia. Perbandingan antara peminjam dengan anggota koperasi hampir
mencapai separuhnya atau bahkan lebih. Data BPS pada tahun 2016 mencatat bahwa
di Maluku dan Papua rata-rata peminjam dalam satu koperasi bisa mencapai 174
orang padahal anggotanya rata-rata 111 orang saja. Data ini seolah menasbihkan
bahwa kehadiran koperasi masih dibutuhkan walaupun sedang di ujung tanduk
akibat meluasnya perdagangan global.
Semoga koperasi
Indonesia tetap terus bertahan hingga di masa yang akan datang. Sejarah
mencatat eksistensi koperasi Indonesia telah lahir sejak 1895 yang didirikan
oleh Patih Purwokerto R. Aria Wiriaatmadja guna mengatasi kemelaratan pada masa
itu. Hingga akhirnya Kongres Koperasi pertama di Tasikmalaya pada 12 Juli 1947
dimana pada tanggal tersebutlah sekarang menjadi Hari Koperasi Nasional hingga
saat ini. Semangat mengentaskan kemelaratan dan kemiskinan tentu perlu kita
jaga dalam wadah koperasi. Selama hampir 124 tahun kehadiran koperasi terus
menjaga asa perekonomian bangsa untuk tetap hidup menjaga hak-hak usaha minim
modal yang tumbuh dalam sistem kapitalisme. Tetaplah berdiri tegap dan Selamat
Hari Koperasi Nasional.
Ditulis Oleh:
Royhan Faradis S.ST
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung Timur (Statistics of Belitung Timur Regency)Jl. Raya Manggarawan Desa Padang Manggar
Kepulauan Bangka Belitung Indonesia
Telp (0719) 9220090
9220091
Mailbox : bps1906@bps.go.id
Tentang Kami